Rabu, 11 Januari 2017

Review Film “Sabtu Bersama Bapak : Tak akan pernah gagal mengikuti pesan orang tua”




Produksi                  :  Max Pictures
                                   Falcon Pictures
Sutradara                 :  Monty tiwa
Produser                  :  Ody Mulya Hidayat
                                    HB Naveen
Penulis Naskah        : Monty tiwa
                                   Adhitya Mulya
Cast                          : Abimana Aryasatya
                                    Ira Wibowo
                                    Arifin Putra
                                    Deva Mahenra
                                    Acha Septiasa
                                    Sheila Dara Aisha
                                    Ernest Prakasa
                                    Jennifer Arnelita                                           
                                    Rendy Kjaernett


                Cerita dimulai dari datangnya surat Badan Kanker Nasional, mengabarkan bahwa Gunawan (Abimana Aryasatya) mengidap suatu Kanker dan hidupnya hanya tinggal setahun lagi, meninggalkan istrinya Itje (Ira Wibowo) dan dua anaknya yang masih SD, Satya dan Saka. Mengetahui hidupnya tak lama lagi dan tak ingin melepas begitu saja tanggung jawabnya sebagai suami dan bapak untuk kelanjutan hidup istri dan anak-anaknya, Gunawan membuat rekaman video yang berisi wejangan-wejangan bagaimana keluarganya menjalani hidup kedepannya ketika saat di meninggal nanti. Yang akan ditayangkan oleh istrinya disetiap hari sabtu. Setelah menyelesaikan semua rekaman itu, Gunawan meninggal. Seiring berjalannya waktu, Itje, Satya dan Saka sukses dibidang mereka masing-masing berkat wejangan bapak di hari sabtu. Satya dan Saka tumbuh dewasa dan telah matangpun, mereka selalu ingat akan nasehat bapaknya disetiap mengambil langkah. Tapi, apakah wejangan bapak di hari sabtu itu berlaku mulus di setiap perjalanan hidup mereka?
                Diadaptasi dari Novel laris karya Adhitya Mulya dengan judul sama, tapi saya tak lebih dulu membaca novelnya, karena tak ingin membandingkan antara Novel dan Filmnya. Menurut saya film mempunyai sisi indah tersendiri begitu juga Novel. Jadi, tak adil menyamakan esensi membaca Novel dan menonton film.
                Mulanya, karena membaca judulnya, saya menduga film ini adalah cerita tentang anak-anak Gunawan yang setiap sabtu menonton rekaman ayahnya itu sampai filmnya habis. Tapi, dugaan saya salah, menonton rekaman yang berisi pesan-pesan Gunawan hanya sepuluh menit awal. Film lebih menceritakan bagaimana Itje, Satya dan Saka menjalani kehidupan dipandu wejangan bapak di hari sabtu. Pengubahan mindset itu keren, karena penonton tak dapat menebak isi dari film, begitulah salah satu esensi dari menonton film.
                Film ini menceritakan tiga sisi karakter, yakni Itje (Ira Wibowo), Satya (Arifin Putra), Saka (Deva Mahenra). Sisi Itje, pergulatan bathin diri sendiri. Kondisi yang tak lagi memungkinkan untuk mewujudkan janji Itje pada suaminya. Sisi Satya bersama istrinya, Risa (Acha Septriasa), persoalan ego rumah tangga antara Saka yang ambisius dengan kesederhana Lisa. Konflik paling berat dari cerita berada di sisi ini. Sisi Saka yang canggung dan pemalu dalam persoalan mencari pasangan hidup.
                Untuk sang sutradara, Monty Tiwa, ini adalah film terbaiknya. Ia sangat baik dan sangat adil memporsikan tiap sisi tanpa ketimpangan, tak berat sebelah. Akting para pemainnya luar biasa, benar-benar natural, dan cocok dengan karakternya masing-masing,  apalagi Abimana. Berperan menjadi suami dari Ira wibowo yang mungkin sudah seusia ibunya. Tapi ia sangat meyakinkan memainkannya seolah mereka seumuran. Hanya yang kurang lakonan dari dua anak lelaki Risa yang terlalu monoton dan kaku, selebihnya, keren.
                Dan yang paling patut diacungi jempol adalah Deva mahenra. Aktingnya benar-benar matang, ia terus berkembang dari tiap-tiap film. Deva mampu membuat warna dari Film ini. Drama yang dibalut komedi yang unik dan cerdas, mengalir begitu saja tanpa dipaksakan dan diada-adakan lucunya seperti kebanyakan Film Indonesia lainnya, membuat komedi itu menjadi garing, hambar . Sisi Deva selalu dinanti dan membuat betah untuk menunggu kejutan selanjutnya. Dari film ini, Deva memberi warna baru untuk Perfilman Indonesia.
                Sinematografi , warna, dan scoring dari film meski tak ada yang baru dan wah! Tapi tetap bagus dan tak jenuh menontonnya. Tapi, saya suka sinematografi one Shot antara Abimana berdebat dengan Arifin Putra dan Deva saat mengetahui kondisi dari Ira. Dialog yang terselipi kata-kata mutiara yang pas, tidak mengumbar-umbar motivasinya. Istilahnya, bukan film jualan kata mutiara. hanya pemilihan kata saat dialog antara Gunawan dan Itje yang sedikit aneh. Selebihnya, keren.
                Secara keseluruhan, filmnya bagus dan saya rokemendasikan untuk ditonton. Cocok untuk semua kalangan. Saya pastikan, ada yang bisa diambil dari film ini untuk dijadikan pelajaran agar hidup kedepannya lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar